VIRUS MASIH MEWABAH, BAGAIMANA ISLAM MENYIKAPINYA?

oleh -25 Dilihat
oleh
Spread the love

Oleh : Basrin Ombo, S.Ag., M.HI
(Penghulu Ahli Madya Kementerian Agama Kabupaten Poso).

Sudah hampir dua tahun Corona Virus Infection Disease-19 (COVID-19) melanda bangsa Indonesia. Virus ini telah menjangkiti ± 3.854.354 dengan tingkat kesembuhan mencapai 3.351.959 dan kematian mencapai 117.588 orang. (update data: 15 Agustus 2021).
Mewabahnya virus ini membuat bangsa Indonesia bahkan dunia mencurahkan hampir sebagian energinya untuk mencari solusi pencegahan. Banyak problema masyarakat yang muncul, mulai dari masalah ekonomi karena ketakutan untuk keluar rumah, masalah ketidakdisiplinan sebagian masyarakat dalam hal protokol kesehatan sampai pada perdebatan tempat mana yang harus dibuka dan mana yang harus ditutup. Semua itu menjadi topik perbincangan semua orang, baik di forum-forum resmi maupun di pinggir jalan, bahan diskusi pun berlanjut di dunia maya. Praktis energi masyarakat tertumpah habis pada permasalahan covid-19.


Dalam dunia medis, kemunculan wabah semisal virus disebabkan oleh proses mutasi genetik dari bakteri atau virus. Diantara penyebab mutasi ini karena virus yang biasa tinggal di tubuh hewan sering terpapar dengan sel manusia yang pada akhirnya virus menyesuaikan diri dan akhirnya tinggal di sel tubuh manusia. (Fakultas Kedokteran UI). Ditinjau dari sisi Syariat Islam, tentu saja semua ini karena kehendak Allah SWT., apakah itu sebagai sapaan Allah kepada manusia yang sering melalaikan kewajibannya sebagai hamba, ataupun musibah yang ditunjukkan oleh Allah bagi orang-orang yang ingkar terhadap-Nya, yang banyak melalaikan kewajibannya sebagai seorang hamba.
Lalu bagaimana Islam menyikapinya? Islam mengajarkan kepada umatnya agar menyikapi berbagai masalah dengan tawakkal kepada Allah SWT., bahwa tidak ada suatu apapun yang menimpa manusia kecuali karena kehendakNya.


“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (At-Taghabun ayat 11).


Islam juga memberikan petujuk kepada umatnya agar selalu menjaga aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah, sebab jika manusia pandai menjaga aturan Allah, Allah pun akan menjaga hambaNya. “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Hakim).
Dalam situasi seperti ini, sebagai seorang mukmin harus tetap bersyukur dan bersabar. Bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk memikirkan kesalahan-kesalahan lalu dengan sadar akan memperbaiki kesalahan itu, dan bersabar, sebab Allah tidak akan memikulkan masalah yang berat melebihi kemampuan seseorang memikul masalah tersebut. “Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur, itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar, itu pun baik baginya.” (HR. Muslim).
Di samping bertawakkal, menjaga aturan-aturan Allah, bersabar dan bersyukur, maka berikutnya perlu melakukan ikhtiar. Anjuran pemerintah tentang pelaksanaan protokol kesehatan haruslah ditatati dengan bijak, sebab harus disadari bahwa kita tidaklah hidup sendiri, tapi di rumah ada keluarga yang mengharapkan keberadaan kita dalam keadaan sehat wal-afiat, maka penantian keluarga itupun harus dihargai dengan menjaga protokol kesehatan sebagai sebuah ikhtiar. Oleh karena itu, anjuran pemerintah tentang 5M + 1D, haruslah benar-benar dipatuhi dan dilaksanakan secara baik dan benar, yakni: Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak, Menghindari kerumunan, Mengurangi mobilitas + Doa. Ini semua merupakan ikhtiar kita yang dilakukan dalam menjaga penyebaran virus corona.

  1. Q. S. Ar-Ra’ad ayat 11. “dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
  1. Al-Qomar ayat 49. “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
  1. Al-Ahzab ayat 38. “Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku”.
  1. Al-Hijr ayat 21. “Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu”.

Hadis Riwayat Muslim: “…Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah mengatakan, ‘se-andainya aku melakukannya, niscaya akan demikian dan demikian.’ tetapi ucapkanlah, ‘sudah menjadi ketentuan Allah, dan apa yang dikehendakinya pasti terjadi’… .” (HR. Muslim, no. 2664). “Saya mengetahui sejumlah orang dari para Sahabat Rasulullah SAW. mengatakan, ‘Segala sesuatu dengan ketentuan takdir. Dan aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Umar mengatakan, ‘segala sesuatu itu dengan ketentuan takdir hingga kelemahan dan kecerdasan, atau kecerdasan dan kelemahan.’” (Muslim, no. 2655).

Pemerintah pun sudah banyak mengeluarkan anjuran-anjuran untuk dipedomani, baik itu peraturan, edaran, keputusan, yang kesemuanya itu merupakan perintah bagi warga negara untuk waspada tentang virus ini. Tentu pro dan kontra terjadi di masyarakat, misalnya edaran pembatasan beribadah di rumah ibadah yang banyak mendapatkan resistensi di masyarakat. Tokoh agama pun harus terlibat sekadar memberikan pemahaman, sebab tidaklah sedikit masyarakat yang mempertentangkan antara tempat ibadah dan pasar. Suara-suara sumbang yang sering terdengar adalah: “masa pasar, mall-mall dan pusat perbelanjaan dibuka, sedang masjid dan tempat ibadah lainnya ditutup”. Fakta inilah mengundang nada “nyinyir” dengan logika benturan antara masjid dan pasar. Dan pada logika ini pulalah peran agamawan harus dilibatkan, sebab diskusinya sudah menyangkut ruang ibadah.


Sebagai orang beriman, kita meyakini bahwa semua ini adalah kehendak Allah SWT., ketika Allah berkehendak, maka tak ada satu kekuatan apaupun di dunia ini yang sanggup untuk menolaknya. Banyak ayat maupun hadis Nabi Muhammad SAW. yang menjelaskan masalah ini;

Tidaklah logis menyandingkan antara masjid dan pasar. Betapa tidak, masjid adalah tempat yang paling dicintai Allah, sedang pasar adalah tempat yang paling dimurkai Allah. Nabi Muhammad SAW. bersabda: “Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjid, adapun tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasar”. (HR. Muslim). Jadi menyandingkan dan membandingkan masjid dan pasar sangatlah tidak relevan, tidak nyambung. Masjid memiliki alternatif asalkan tempatnya suci, sedang pasar tidak ada penggantinya. Hadis Nabi: “Seluruh bumi telah dijadikan tempat sujud (masjid) untukku, dan sarana bersuci”. (HR. Buhari-Muslim).
Artinya, jika masjid, mushalla tidaklah dibuka untuk umum, masih ada alternatif untuk shalat berjamaah, yakni di rumah dengan seluruh anggota keluarga. Pasar adalah tempat menemukan kebutuhan sehari-hari yang tidak ditemukan di tempat lain, karena itu mungkin yang dipertegas adalah jam operasionalnya yang dibatasi. Lagi pula kalau ke pasar, tidak perlu berjamaah dalam satu keluarga, cukup satu orang dengan protokol kesehatan yang ketat dan jika sudah kembali, membatasi dulu kontak keluarga sebelum membersihkan diri dengan cara menaggalkan seluruh pakaian setelah dari pasar dan mandi. Jadi kalimat “masjid versus pasar” bukanlah kompetisi siapa paling berani, tapi yang menjadi perhatian adalah bahwa mempertaruhkan nyawa manusia bukanlah hal yang dapat dibenarkan. Wallahu a’lam bishawab….

No More Posts Available.

No more pages to load.